Recovery Fenol dari Air Limbah Industri Menggunakan Proses Ekstraksi Cair-Cair
Pendahuluan
Fenol dan turunannya banyak digunakan sebagai bahan baku dalam industri resin, plastik, farmasi, tekstil, dan petrokimia. Namun, pembuangan limbah cair yang mengandung fenol tanpa pengolahan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan perairan karena fenol bersifat toksik dan sulit terdegradasi secara alami.
Metode konvensional seperti adsorpsi dengan karbon aktif, oksidasi kimia, dan biodegradasi telah banyak diterapkan untuk menurunkan kadar fenol dalam air limbah. Meskipun efektif, metode-metode tersebut bersifat destruktif sehingga fenol yang terpisah tidak dapat dimanfaatkan kembali.
Sebagai alternatif, proses ekstraksi cair–cair (ECC) memungkinkan pemisahan fenol dari air limbah sekaligus recovery fenol sebagai produk yang dapat diolah atau digunakan ulang dalam proses industri. Teknik ini dinilai efisien, selektif, dan dapat dioperasikan pada suhu rendah, sehingga cocok untuk pengolahan limbah fenolik berskala besar.
Ekstraksi cair–cair merupakan proses pemindahan zat terlarut dari satu fase cair ke fase cair lainnya yang tidak saling bercampur. Dalam konteks pengolahan air limbah fenolik, fenol yang terlarut dalam air (fase aqueous) diekstraksi ke dalam pelarut organik (fase organik) yang memiliki afinitas lebih tinggi terhadap fenol.
Efisiensi proses ini dinyatakan dalam koefisien distribusi (Kₒ/ₐ), yaitu perbandingan konsentrasi fenol dalam fase organik terhadap fase air pada kesetimbangan:
Ko/a=CoCaK_{o/a} = \frac{C_o}{C_a}
Ko/a=CaCo
Nilai Kₒ/ₐ yang tinggi menunjukkan kemampuan pelarut yang baik dalam menarik fenol dari fase air. Proses ini dapat dilakukan secara batch maupun kontinu menggunakan ekstraktor pelat, menara pencampur, atau sentrifugal extractor.
Pemilihan Pelarut
Pemilihan pelarut merupakan faktor kunci dalam keberhasilan ekstraksi cair–cair. Pelarut ideal untuk ekstraksi fenol harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain:
- Memiliki selektivitas tinggi terhadap fenol;
- Tidak mudah bercampur dengan air;
- Tidak toksik dan mudah diregenerasi;
- Memiliki titik didih sedang untuk memudahkan proses pemisahan kembali.
Beberapa pelarut yang umum digunakan untuk ekstraksi fenol antara lain:
- Butil asetat, oktanol, dan isobutil metil keton (MIBK);
- Etil asetat yang dikenal ramah lingkungan dan mudah menguap;
- Pelat ekstraksi berbasis ion cair (ionic liquids) yang sedang dikembangkan karena kestabilannya yang tinggi dan kemampuan ekstraksi yang baik.
Penelitian menunjukkan bahwa MIBK dan n-oktanol memberikan hasil ekstraksi fenol terbaik dengan efisiensi di atas 90% pada pH asam (pH < 6).
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Ekstraksi
Efisiensi pemulihan fenol dari air limbah melalui ekstraksi cair–cair dipengaruhi oleh beberapa parameter operasi, yaitu:
4.1 pH Larutan
Fenol bersifat asam lemah (pKa ≈ 9,9). Pada pH rendah, fenol berada dalam bentuk molekul netral sehingga mudah diekstraksi ke pelarut organik. Sebaliknya, pada pH tinggi, fenol terionisasi menjadi fenolat (C₆H₅O⁻) yang larut dalam air dan sulit diekstraksi.
4.2 Rasio Fase (Vₒ/Vₐ)
Rasio volume pelarut (fase organik) terhadap volume air (fase aqueous) mempengaruhi jumlah fenol yang berpindah. Semakin besar rasio pelarut, semakin besar pula jumlah fenol yang terekstraksi, meskipun dapat menurunkan efisiensi ekonomi.
4.3 Waktu Kontak dan Kecepatan Pengadukan
Waktu kontak yang cukup diperlukan agar tercapai kesetimbangan antara kedua fase. Kecepatan pengadukan yang optimal (biasanya 200–400 rpm) membantu meningkatkan transfer massa tanpa menyebabkan emulsifikasi berlebih.
4.4 Suhu Operasi
Peningkatan suhu dapat mempercepat perpindahan massa namun juga dapat menurunkan koefisien distribusi karena kelarutan fenol dalam air meningkat pada suhu tinggi. Umumnya, proses dilakukan pada suhu kamar (25–30°C).
Recovery dan Regenerasi Pelarut
Setelah ekstraksi, fenol dalam fase organik dapat dipisahkan kembali melalui proses stripping (pengupasan) menggunakan larutan basa seperti NaOH, yang mengubah fenol menjadi fenolat larut air. Fenolat kemudian dapat diolah lebih lanjut atau digunakan kembali dalam proses industri.
Pelarut organik yang telah digunakan dapat diregenerasi melalui destilasi atau dehidrasi dan digunakan kembali, sehingga mengurangi biaya operasional dan limbah pelarut.
Kesimpulan
Proses ekstraksi cair–cair merupakan metode yang efisien untuk recovery fenol dari air limbah industri. Dengan pemilihan pelarut yang tepat, pengaturan pH, serta rasio fase yang optimal, efisiensi pemulihan fenol dapat mencapai lebih dari 90%.
Selain berfungsi sebagai metode pengolahan limbah, teknik ini juga memungkinkan pemanfaatan kembali fenol sebagai bahan baku industri, sehingga mendukung prinsip ekonomi sirkular dan pengelolaan limbah berkelanjutan.
Ke depan, pengembangan pelarut ramah lingkungan seperti ionic liquids dan deep eutectic solvents (DES) menjadi fokus penelitian untuk meningkatkan performa dan keberlanjutan proses ekstraksi cair–cair.